Kisah Kento Momota, mantan pemain bulu tangkis tunggal putra nomor satu dunia asal Jepang, adalah epik modern tentang ketahanan mental dan fisik. Setelah mencapai puncak dominasi dengan rekor gelar Super Series terbanyak dalam satu tahun (11 gelar pada 2019), kariernya tiba-tiba terancam oleh serangkaian tantangan besar, termasuk kecelakaan mobil tragis dan krisis pribadi. Kembalinya Momota ke lapangan, setelah melewati keraguan dan periode panjang rehabilitasi, adalah simbol nyata dari perjuangan Melawan Cedera yang berkelanjutan. Upaya Melawan Cedera ini menuntut lebih dari sekadar pemulihan fisik; ia memerlukan rekonstruksi kepercayaan diri dan kemampuan Konsistensi di Lapangan. Kisah Momota menunjukkan bahwa bagi atlet elit, tantangan terbesar justru adalah Melawan Cedera dan trauma psikologis yang mengikutinya.
Titik Balik dan Tantangan Ganda
Tahun 2020 menjadi titik balik yang hampir mengakhiri karier Momota. Setelah memenangkan Malaysia Masters pada Minggu, 12 Januari 2020, ia terlibat dalam kecelakaan mobil serius saat menuju bandara di Kuala Lumpur, Malaysia. Kecelakaan tersebut menewaskan pengemudi van yang membawanya dan meninggalkan Momota dengan cedera hidung serta patah tulang orbital mata.
1. Cedera Fisik yang Menghambat Performa
Cedera mata Momota sangat kritis. Setelah operasi, ia sering melaporkan mengalami penglihatan ganda (diplopia) yang secara fundamental mengganggu koordinasi mata dan tangan, keterampilan paling mendasar dalam bulu tangkis.
Menurut keterangan yang diberikan oleh Asosiasi Bulu Tangkis Jepang (Nippon Badminton Association/NBA) pada konferensi pers virtual Jumat, 5 Maret 2021, Momota sempat menimbang untuk pensiun karena ia kesulitan memperkirakan kedatangan shuttlecock di kecepatan tinggi. Hal ini menuntut program rehabilitasi visual dan adaptasi ulang di lapangan yang panjang.
2. Beban Mental dan Keraguan
Selain cedera fisik, Momota juga harus mengatasi trauma psikologis. Beban ekspektasi sebagai mantan juara dunia, ditambah dengan isolasi karena pandemi, menambah tekanan mentalnya. Comeback pertamanya di All England 2021 di Birmingham berakhir dengan kekalahan yang mengejutkan, menguatkan keraguan publik terhadap kemampuannya untuk kembali ke level elit.
Strategi Comeback Berbasis Perlahan dan Pasti
Comeback Momota tidak instan, melainkan bertahap dan cerdas. Tim pelatihnya di Jepang mengubah fokus dari mempertahankan peringkat menjadi memulihkan kepercayaan dan kebugaran:
- Penguatan Mental: Momota melalui sesi intensif dengan psikolog olahraga untuk mengatasi trauma dan membangun kembali fokus mindset juara.
- Modifikasi Gaya Bermain: Momota mulai mengurangi jump smash yang berisiko tinggi dan lebih fokus pada permainan reli panjang, kontrol lapangan, dan akurasi placement yang menjadi ciri khasnya sebelum cedera. Ini adalah strategi yang mirip dengan yang dilakukan oleh Pebulu Tangkis Tertua seperti Hendra Setiawan, mengutamakan kecerdasan di atas kecepatan murni.
Meskipun ia mungkin tidak pernah sepenuhnya kembali ke dominasi total tahun 2019, ketekunan Momota Melawan Cedera dan berjuang kembali ke daftar top 10 dunia adalah inspirasi sejati, menunjukkan bahwa pertarungan terberat seringkali adalah pertarungan melawan keterbatasan diri sendiri.